Tab info

IP free counters

Klik iklan di e-mail kita dapet $!

DonkeyMails.com: No Minimum Payout Rekomendasi Handal untuk Panduan Bisnis Internet

20 Mei 2009

Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

Oleh Faisal Basri - 14 Mei 2009

Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-bukunya yang enak dibaca, ringkas, dan padat. Pada akhir 1970-an. Kalau tak salah, judul-judul bukunya selalu dialawali dengan kata "sinopsis," ada Sinopsis Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan Sinopsis Ekonomi Internasional. Kita mendapatkan saripati ilmu ekonomi dari buku-bukunya yang mudah dicerna.

Pada suatu kesempatan, Pak Boed mengutarakan pada saya niatnya untuk merevisi buku-bukunya itu. Mungkin ia berniat untuk menulis lebih serius sehingga bisa menghasilkan buku teks yang lebih utuh. Kala itu saya menangkap keinginan kuat Pak Boed untuk kembali ke kampus dan menyisihkan waktu lebih banyak menulis buku. Karena itu, ia tak lagi berminat untuk kembali masuk ke pemerintahan setelah masa tugasnya selesai sebagai Menteri Keuangan di bawah pemerintihan Ibu Megawati.

Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian) bekerja keras memulihkan stabilitas ekonomi yang "gonjang-ganjing" di bawah pemerintahan Gus Dur. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan terus menerus. Di tengah hingar bingar masa kampanye seperti dewasa ini, Ibu Mega ditinggalkan oleh wapresnya, dua menko, dan seorang menteri (Agum Gumelar). Ternyata perekonomian tak mengalami gangguan berarti. Kedua ekonom senior ini bekerja keras mengawal perekonomian. Hasilnya cukup menakjubkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2004 mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang.

Selama dua tahun pertama pemerintahan SBY-JK, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran. Tatkala muncul gelagat Pak SBY hendak merombak kabinet, sejumlah kawan mengajak Pak Boed bertemu. Niat para kolega ini adalah membujuk Pak Boed agar mau kembali masuk ke pemerintahan seandainya Pak SBY memintanya. Agar lebih afdhol, kolega-kolega saya ini juga mengajak Ibu Boed. Mungkin di benak mereka, Ibu bisa turut luluh dengan pengharapan mereka. Akhirnya, Pak Boed menduduki jabatan Menko Perekonomian. Mungkin sahabat-sahabat saya itu masih terngiang-ngiang sinyal penolakan Pak Boed dengan selalu mengatakan bahwa ia sudah cukup tua dan sekarang giliran yang muda-muda untuk tampil. Memang, Pak Boed selalu memilih ekonom muda untuk mendampinginya: Mas Anggito, Bung Ikhsan, Bung Chatib Basri, Mas Bambang Susantono, dan banyak lagi. Semua mereka lebih atau jauh lebih muda dari saya.

Interaksi langsung terjadi ketika Pak Boed menjadi salah seorang anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Saya ketika itu anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden (anggota lainnya adalah Pak Widjojo Nitisastro, Pak Alim Markus, dan Ibu Sri Mulyani Indrawati). Ibu Sri Mulyani memiliki jabatan rangkap (jadi bukan sekarang saja), selain sebagai anggota Tim Asistensi juga menjadi sekretaris DEN. Pak Boed tak pernah mau menonjolkan diri, walau ia sempat jadi menteri pada masa transisi.Sikap rendah hati itulah yang paling membekas pada saya. Lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang "nyerempet-nyerempet ," jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun.

Tak berarti bahwa Pak Boed tidak tegas. Seorang sahabat yang membantunya di kantor Menko Perekonomian bercerita pada saya ketegasan Pak Boed ketika hendak memutuskan nasib proyek monorel di Jakarta yang sampai sekarang terkatung-katung. Suatu waktu menjelang lebaran, Pak Boed dan sejumlah staf serta, kalau tak salah, Menteri Keuangan dipanggil Wapres. Sebelum meluncur bertemu Wapres, Pak Boed wanti-wanti kepada seluruh stafnya agar kukuh pada pendirian berdasarkan hasil kajian yang mereka telah buat. Pak Boed sempat bertanya kepada jajarannya, kira-kira begini: "Tak ada yang konflik kepentingan, kan? Ayo kita jalan, Bismillah … Keesokan harinya, saya membaca di media massa bahwa sekeluarnya dari ruang pertemuan dengan Wapres, semua mereka berwajah "cemberut" tanpa komentar satu kata pun kepada wartawan.Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan "amplop" kalau berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada Mas Anggito.Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak Boed.

Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil tua mereka.

Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong keranjang belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong keranjang itu adalah seorang Menko.Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. Kemarin di bandara Soekarno Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu Pak Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah sikap rendah hati dan kesederhanaannya.Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang memang terkesan serba "wah." Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret banyak item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebh mewah dari mobil dinas gubernur.

Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong sederhana.

Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh. Bagaimana sosok seperti itu dituduh sebagai antek-antek IMF, simbol Neoliberalism e yang bakal merugikan bangsa, dan segala tuduhan miring lainnya. Lain kesempatan kita bahas tentang sikap dan falsafah ekonomi Pak Boed. Kali ini saya hanya sanggup bercerita sisi lain dari sosok Pak Boed yang kian terasa langka di negeri ini.

Maju terus Pak Boed!

[sumber: mudjib@gmail.com, 15 Mei 2009]
Lebih lengkap =>

Blog Cuma Tren Sesaat?

Rabu, 20 Mei 2009 - 11:23 wib - Susetyo Dwi Prihadi - Okezone

JAKARTA - Rata-rata blogger di Indonesia hanya bertahan tidak lebih dari dua tahun saja. Lalu apakah ini menjadi indikasi kalau dunia blogging hanya menjadi tren sesaat saja?"

"Tidak'. Blog itu bukan tren sesaat karena tingkat bertahan seorang blogger ditentukan oleh motivasi dari masing-masing personalnya saja," tangkis penggiat blog Ndorokakung kepada okezone, usai konferensi pers Survei Blogger Indonesia 2009, di Jakarta, Selasa (19/5/2009) malam.

Malahan, menurut pria yang bernama asli Wicaksono ini, dua tahun adalah waktu yang cukup lama bagi seorang blogger yang tergolong muda. Karena menurutnya, anak muda gampang jenuh dan sering berpindah ke tren baru yang lebih populer.Saat ini, anak muda Indonesia sedang kegandrungan layanan blogging yang sifatnya sangat simpel seperti, Facebook, Plurk, ataupun Twitter. Selain sebagai tren baru, menulis singkat dengan 140 karakter merupakan sesuatu yang lebih mudah dilakukan."Saya melihat layanan itu bukan sebagai suatu ancaman. Melainkan sebuah teknologi yang bermanfaat dan bisa saling menunjang," tukas pria yang baru saja meluncurkan sebuah buku tentang blog.

Dia juga menyadari, kalau kebanyakan blogger yang mampu bertahan sangat lama, bahkan bisa di atas tiga tahun, adalah orang-orang yang sudah memasuki usia 30 tahun. Saat itu, keinginan untuk menulis sesuatu di blog merupakan suatu kewajiban."Akan tetapi, pertumbuhan blogger bisa menjadi lambat, atau malah cepat. Tergantung dari mana, kita memosisikan blogger itu. Karena bisa jadi, orang yang lebih aktif di Plurk atau Twitter bisa disebut blogger,"� tandasnya. (srn)
Lebih lengkap =>

"Lagu TTM sudah di beli Ladylike"

Akhirnya berita miring tentang pembajakan lagu Teman Tapi Mesra yang kabarnya dilakukan oleh musisi Swedia diluruskan Maia. Menurut Maia Estianty, lagu Teman Tapi Mesra (TTM) dibeli Ladylike, band cewek asal Swedia.Ladylike merilis ulang lagu TTM sama persis dengan judul Dreaming of The Time. Musisi yang sekarang membentuk Duo Maia bersama Mey Chan itu mengaku, tidak menciptakan lirik dalam bahasa Inggris untuk dinyanyikan Ladylike. Maia hanya menjual lagunya saja. "Ladylike tidak menjiplak,"ujar Maia. Ladylike sudah merilis lagu itu ke pasaran Eropa sejak bulan April 2009.
[sumber: musikji.net]
Lebih lengkap =>

Profile Ladylike

Sudah dengerin lagunya TTM dalam English version?

Dreaming of The Time.mp3 [Ladylike]

Ladylike yang senter diberitakan sebagai penciplak lagu TTM milik Ratu ternyata hanyalah promosi terselubung. Secepat kilat, lagu Dream Of The Time mendapat respon negatif dari para pecinta musik Indonesia. Bahkan telah mengisi forum-forum berbagai blog, website dan portal berita musik.
Ada yang mencaci dan ada yang bangga. Ladylike dalam kamus terjemahan bahasa Inggris berarti 'Sopan'. Bisa saja menggambarkan wujud sifat keaslian para personelnya yang terdiri dari Isabelle, Louise, Miranda, Valerie.Ladylike merupakan grup vokal yang dibentuk lewat audisi yang dilakukan oleh KRU Studios Europe Ltd. Studios Europe Ltd merupakan cabang sebuah perusahaan hiburan dari Malaysia (KRU Studios), setelah sebelumnya sukses meluncurkan KRU Studios di Amerika Serikat, Singapura, Indonesia dan Hong Kong.

Ladylike adalah artis pertama Studios Europe Ltd setelah mengadakan audisi di seluruh negara-negara Skandinavia (Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia dan Islandia) sejak Juni 2007. Keempat personel Ladylike berhasil mendepak kurang lebih 600 wanita yang diadakan di Cosmos Studios (Stockholm), sebuah studio yang pernah digunakan artis-artis ternama seperti ABBA hingga Roxette.

Dengan mengusung konsep Pop Rock, Ladylike akan memasuki dapur rekaman pada Juni 2009 Kuala Lumpur. Album yang diproduseri oleh Edry KRU itu juga memuat beberapa lagu yang ditulis oleh pencipta lagu dari Indonesia. Sebut saja lagu “Dreaming of the time” merupakan aransemen dari lagu ciptaan Ratu yang berjudul 'Teman Tapi Mesra'. Bukan cuma itu, terdapat juga lagu “Shooting Star” yang tidak lain di ambil dari lagu "Rahasia Perempuan' Milik Ari Lasso. Selain Asia dan Eropa, album perdana Ladylike rencananya juga menjajaki pasar Amerika. Secara tidak langsung, ini menandakan bahwa musisi Indonesia punya talen besar di dunia Musik Internasional. (emjhie)
Lebih lengkap =>